Haikuku Indonesia: Sebait Penuh Keindahan

Lebih dari 10 ribu orang, baik dari dalam maupun luar negeri, pecinta atau penggiat sastra telah bergabung dalam HaikuKu Indonesia. Angka tersebut terus berubah (cenderung bertambah) setiap hari. Saat saya menulis detik ini, angka tersebut berada pada 10.911 termasuk 35 anggota baru.

HaikuKu Indonesia merupakan sebuah grup di Facebook, yakni lembaga non profit, yang mengembangkan kehidupan sastra di Indonesia. Karya yang ditampilkan dalam HaikuKu Indonesia mengambil format khusus haiku (俳句), yaitu sastra asli dari Jepang.

Meski berformat impor, karya-karya yang dihasilkan anggota HaikuKu Indonesia yang disebut haikuis/haijin, tetap berkarakteristik keindonesiaan dengan mengangkat nilai-nilai dan kearifan budaya Indonesia. HaikuKu menganut model haiku yang berpola 17 suku kata dalam patron 5-7-5 (go-shichi-go), yaitu: 5 suku kata pada baris pertama, 7 suku kata pada baris kedua, dan 5 suku kata pada baris ketiga.

Sekilas untuk menulis karya satra ini begitu gampang, karena dengan hanya menggunakn 17 suku kata, maka terujud lah sebuah karya haiku. Namun, menurut Presiden HaikuKu Indonesia, Diro Aritonang, pada kenyataannya tak sesederhana itu, haijin wajib menggunakan kigo (季語) sebagai penanda musim, penanda waktu yang disesuaikan alam Indonesia, (musim hujan dan musim panas), bisa juga dalam bentuk kigo kecil, dalam membuat karyanya tersebut.

Pada hakikatnya format penulisan haiku tak jauh beda dengan karya puisi lain, yakni dalam satu bait terdiri atas beberapa baris. Pembedanya, selain jumlah baris (larik) dan kigo, penulisan puisi asal Negeri Matahari Terbit ini, juga tidak berjudul. Karena itu, Diro menegaskan, dalam grup HaikuKu tidak diperkenankan menggunakan judul dalam setiap haikuku, kecuali berupa dedikasi, persembahan, ucapan belasungkawa (duka cita) yang ditandai dengan hastag (#)/ tanda pagar.

Pembeda lainnya, lanjut sastrawan yang juga sempat mampir di dunia jurnalistik sebuah harian terbesar di Jawa Barat ini, haiku merupakan tulisan Simplice one couplet, hanya satu bait. Penulis haiku atau haikuis/haijin HaikuKu, tidak diperkenankan mengirim/post karya haiku-nya berbait-bait dalam satu posting atau kiriman.

“Jika berbait-bait, haiku itu menjadi puisi biasa. Jadi hanya satu bait saja,” ujar Diro, yang lebih suka dipanggil Kang Diro ketimbang Bang Diro itu.

HaikuKu Indonesia, telah berdiri sekitar dua tahun lalu dengan jumlah anggota yang kian bertambah hingga mencapai 10.000 lebih orang. Mereka terdiri atas pelbagai kalangan mulai pelajar, guru, hingga mantan rektor (saat begabung dengan HaikuKu dia masih aktif sebagai rektor) salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Ada juga pedagang hingga pengusaha; ibu rumah tangga hingga petinggi salah satu partai besar.

Dalam grup tertutup ini, anggota tidak hanya sekadar mengirim karya atau saling menikmati karya mereka. Namun ada proses pembelajaran, baik langsung maupun tidak langsung. Anggota “Senior” akan membimbing “yunior”, mulai dari saran koreksi, mengingatkan hingga pencerahan dalam berbentuk tulisan. Tulisan yang bersifat pencerahan ini, biasanya ditulis senior yang mumpuni di bidangnya.

Keasyikan dalam grup yang dikelola sejumlah admin ini, selain dapat belajar sastra anggota juga tampak asyik bercengkrama dan bercandaria dalam kolom komentar, sebagai bentuk apresiasi terhadap sebuah karya, baik candaan murni maupun candaan yang bermuatan koreksi terhadap karya haiku yang ditampilkan. Meski demikian, bukan berarti dalam grup ini tidak ada keseriuasn dalam berkarya, karena aktivias grup ini pun beraneka ragam.

Setiap minggu admin menggelar kegiatan “bedah haiku” yang bertajuk “Ngobrol Haiku. Kegiatan ini semula digelar mulai Senin hingga Sabtu, sekarang diubah menjadi lima hari, Senin hingga Jumat. Sementara Sabtu tajuknya terbilang berat, yakni “Ngobrol Haiku Senior”. Dalam bedah haiku ini, secara tidak langsung ada proses transformasi ilmu kehaikuan baik yang disampaikan melalalui kritikan atau paparan langsung dari anggota lainnya.

Gerakan Budaya Indonesia

Kegiatan di luar dunia maya, pengelola grup ini juga kerap mengadakan petemuan langsung antara anggota dan pengurus. Lagi-lagi dalam pertemuan pun terjadi transformasi ilmu yang tak jauh haiku, yang ditinjau dari pelbagai sudut keilmuan, mulai dari filsafat hingga sastra. Kegiatan lain di luar dunia maya, HaikuKu Indonesia berencana membuat buku Antologi “The Universe Haiku”, dalam dua bahasa, Indonesua dan Inggris. Bahkan tidak menutup kemungkinan, antologi karya anggota HaikuKu Indonesia menjadi tiga bahasa, yakni bahasa Jepang.

Khusus tentang Antologi “The Universe Haiku”, Diro menyebut rencana ini sebagai Gerakan Budaya HaikuKu Indonesia. Ia menekankan, rencana ini bukan sekadar menerbitkan buku yang tidak memberikan efek apa-apa terhadap dunia sastra di Indonesia, apa lagi dunia kepenyairan. “Jadi, buku bukan ‘kepulan asap rokok’,” katanya.

Lalu untuk apa buku itu? Sekadar menyenangkan anggota? Anggota menjadi bangga memiliki buku? Apakah hanya untuk itu? Tak ada pertanggung jawaban dari keilmuan sastranya. “Terus terang saya sedih melihat gejala yang buruk seperti ini, saya khawatir gejala seperti ini seperti memasuki ‘Masa Gelap Sejarah Sastra Indonesia’.”

Karena itu, ia percaya perkataan rekannya, sesama sastrawan, Danarto. “’Proses … proses … proses … proses … proses’, itu berulang kali diucapkan dan ini tidak semudah membalikkan tangan, membutuhkan waktu yang cukup panjang,” katanya pula, mengutip penegasan rekannya itu.

Dikutip dari sumber.

Foto diambil dari sumber.

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *