SOKOLA KAKI LANGIT; Pendidikan Untuk Anak-Anak di Kaki Gunung

Andi Mey Kumalasari Juanda, berinisiatif membuat gerakan sosial peduli pendidikan dengan mendirikan sekolah non formal, Sokola Kaki Langit, pada Februari 2015 silam. Ternyata respons yang ia terima bagus, Sokola Kaki Langit mendapatkan perhatian dan puluhan relawan yang siap membantu. Mey, yang merupakan Sarjana Pendidikan Universitas Negeri Makassar mengaku ingin berkontribusi memajukan dunia pendidikan di Tanah Air. Sokola Kaki Langit yang ia dirikan ini telah membuat warga Umpengeng, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan senang.

Menurut dara kelahiran 16 Maret 1990 ini, ia terinspirasi membuat gerakan Sokola Kaki Langit setelah melihat kesuksesan beberapa sekolah nonformal lain seperti Sokola Rimba dan Sokola Pesisir. Maka ia pun juga ingin anak-anak yang berada di kaki gunung bisa mendapatkan ilmu yang sama seperti anak-anak di wilayah lainnya. Namun masalahnya, anak-anak di kaki gunung memang kurang mendapat perhatian karena akses jalan yang sulit dijangkau. Maka tak heran apabila beberapa guru sering absen mengajar, padahal murid-muridnya ada yang sudah berjalan 5 km melewati hutan supaya bisa datang dan bersekolah.

Dengan bermodal semangat, Mey pun mencoba melontarkan ide tentang Sokola Kali Langit di akhir tahun 2014 lalu melalui akun sosial media dan mengajak teman-temannya. Sejak awal membangun program tersebut, ia memang akan lebih intens dulu di satu desa selama satu tahun. Dan Desa Umpengeng inilah yang menjadi pilot project-nya. Setelah itu ia baru akan bergerak ke desa lain di wilayah Sulawesi Selatan. Gayung pun bersambut. Angkatan pertama relawan Sokola Kaki Langit yang mendaftar berjumlah 17 orang dan siap membantunya mensukseskan gerakan peduli pendidikan ini. Sebelumnya Mey melakukan pertemuan dengan mereka untuk memberikan briefing dan menjelaskan soal wilayah dan akses desa yang akan dituju. Menurut Mey, sebetulnya yang mendaftar cukup banyak, namun akhirnya banyak pula yang mengundurkan diri karena memang kendala waktu dan tempat yang penuh tantangan. Untuk kegiatan ini, Mey meminta waktu selama 4 hari agar bisa berjalan lebih intensif. Perjalanan pulang pergi dari Makassar menuju Desa Umpengeng saja sudah cukup melelahkah, jadi paling tidak perlu dialokasikan 2 hari untuk menempuhnya, dan dua hari sisanya untuk kegiatan mengajar.

Mey menambahkan, bahwa gerakan sosial peduli pendidikan lewat Sokola Kali Langit ini selain membutuhkan tenaga, juga membutuhkan kerelaan dana dari para relawan. Di awal briefing selalu ia komunikasikan bahwa tidak ada dana dan kalaupun ingin ikut ke sana tidak akan merepotkan para warga. Misalnya, beras yang dianggap barang mewah di desa tujuan, jadi sebisa mungkin harus membawa sendiri. Atau masing-masing juga harus bertanggung jawab kepada logistik makanan sendiri-sendiri. Tapi walaupun penuh perjuangan dan pengorbanan, Sokola Kaki Langit kini sudah menghasilkan beberapa angkatan. Kegiatan Sokola Kaki Langit idealnya memang dilakukan sebulan sekali. Dan Mey bersyukur, masih banyak relawan yang mau membantu dan bersama-sama membagikan ilmunya demi adik-adk di kaki gunung.

Dengan tagline Education, Nature and Fun, materi pendidikan yang diberikan di Sokola Kaki Langit pun sesuai dengan misi yang diemban. Kagiatan dilakukan di area terbuka seperti di lapangan atau di pinggir rumah penduduk, jadi warga juga bisa terlibat dan berinteraksi. Kegiatan dilakukan usai sekolah. Untungnya, banyak relawan dari berbagai profesi, mulai dokter, wartawan, fotografer, dosen, sampai mahasiswa, siap memberikan materi yang membuat anak-anak bersemangat untuk belajar. Namun, meski jadwalnya lebih fleksibel, biasanya para relawan terkendala oleh waktu yang dibutuhkan, yakni 4 hari. Banyak yang ingin ikut kegiatan ini, hanya saja waktunya tidak bisa terlalu lama. Kondisi inilah yang menyebabkan jumlah relawan di setiap angkatan kerap naik turun. Misalnya, pada angkatan kedua jumlah relawan sempat meningkat hingga 20 orang, tapi di angkatan berikutnya jumlah relawan yang bisa datang hanya 9 orang. Sementara di angkatan keempat dan kelima kembali banyak yang mendaftar sampai 16 orang.

Sokola Kaki Langit sangat terbuka dan tidak membatasi relawan yang ingin bergabung, dari profesi atau wilayah manapun. Bahkan pernah ada relawan yang datang dari Malang. Informasi bisa didapatkan di akun media sosial Facebook Grup Sokola Kaki Langit, Twitter di @skakilangit, Instagram di Sokolakakilangit, dan sokolakakilangit.blogspot.com. Tak hanya mengajar anak-anak di desa Umpengeng, Mey juga menggalang donasi buku agar bisa mendirikan perpustakaan dan taman bacaan bagi anak-anak desa, agar anak-anak tersebut bisa mendapatkan buku bacaan yang bagus sehingga makin semangat untuk belajar. Hingga saat ini, Mey masih terus gencar melakukan promosi lewat media sosial untuk mengajak generasi muda ikut dalam gerakan peduli pendidikan. Kata Mey, anak muda kreatif adalah anak muda yang mampu bergerak aktif tanpa harus banyak bicara.

Sumber: Indonesia feature Blog

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *