Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menganggap proses uji sidang analisis dampak lingkungan (amdal) tanggul raksasa (Giant Sea Wall/GSW) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) minim partisipasi publik.
Wakil Ketua Bidang Hukum dan Perlindungan Nelayan KNTI, Marthin Hadiwinata, tidak ada satupun masyarakat terdampak ada atau organisasi sipil terkait yang diundang saat uji sidang amdal digelar.
“Itu sangat jelas (minim partisipasi). Apalagi, di aturan yang mereka buat sendiri tentang pelibatan masyarakat, itu wajib ada organisasi lingkungan hidup yang terlibat,” ujarnya di Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Padahal, lanjut Marthin, masyarakat dan organisasi sipil harus dilibatkan guna memastikan aspirasi mereka didengar dan diperhatikan, mengingat mereka akan terdampak atas megaproyek di Teluk Jakarta tersebut.
“Dan amdal yang dibuat itu seharusnya memberikan situasi yang sebenarnya seperti apa yang terjadi di Teluk Jakarta, termasuk lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi,” tandasnya.
Kementerian KLH diketahui telah menggelar uji sidang amdal GSW yang merupakan bagian dari megaproyek pembangunan terpadu pesisir ibukota negara (national capital integrated coastal development/NCICD) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.3/2016.
Minimnya keterlibatkan sipil pada uji sidang amdal ini menambah polemik pengembangan terpadu Pantai Utara (Pantura) Jakarta, menyusul adanya kasus 17 pulau buatan.
Apalagi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) telah mencatat, bahwasanya proyek itu berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Sumber: Harian Terbit