KontraS sebut oknum polisi dominasi tindak penyiksaan

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan bahwa dalam setahun terakhir terdapat setidaknya 134 penyiksaan dan tindakan tak manusiawi. Menurut lembaga tersebut, pelaku didominasi oleh kepolisian (91 kasus), tentara melakukan 24 tindak kekerasan, dan petugas lembaga pemasyarakatan, 19 kasus.

Dalam catatan komisi tersebut, peristiwa termaksud paling banyak terjadi di Provinsi Sumatera Utara (19), disusul Jawa Barat (13), Jawa Tengah (11), Sulawesi Selatan dan Papua (masing-masing delapan). Jika ditolok dengan statistik tahun kemarin, angka ini meningkat signifikan.

Dari seluruh kasus tersebut, KontraS menyatakan 260 orang menjadi korban penyiksaan, dan usia sebagian besar korban berkisar antara 15 – 25 tahun. Selain itu, di antara kasus-kasus tersebut, KontraS menemukan pola-pola umum yang dilakukan pelaku atau institusi pelaku penyiksaan untuk mempersulit pengungkapan kasus tersebut.

“Pelaku penyiksaan juga mempersulit upaya pengumpulan bukti seperti menghambat otopsi, mengintimidasi saksi, menyalahkan atau menciptakan rekam jejak penyakit korban,” ujar Haris Azhar, Koordinator KontraS, dikutip CNN Indonesia.

Ringkasan laporan penyiksaan dan perbuatan tak manusiawi lain di Indonesia pada 2015 – 2016 melampirkan sejumlah kasus yang dialami warga.

Abdullah, warga Makassar yang tewas pada 8 November 2015, diduga mengalami penyiksaan oleh anggota Resimen Brigade Mobil Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar pada 30 Oktober 2015. Korban saat itu ditangkap dengan tuduhan pencurian sepeda motor dan laptop.

Dari luka-luka di sekujur wajah dan tubuhnya, terdapat luka bekas sayatan silet pada bagian lengan dan paha serta luka pada bagian kaki korban.

Kemudian Suharli, warga Sungailiat. Ia ditemukan tewas setelah dibekuk oleh anggota Satuan Reserse Narkoba (Satnarkoba) Kepolisian Resor Sungailiat, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung pada 1 Agustus 2015. Korban dituduh menyimpan narkoba. Enam jam setelah dicokok, pihak keluarga korban mendapatkan informasi dari anggota Penyidik Polres Sungailiat bahwa korban telah meninggal dunia.

Bambang Ismayudi, Polsek Percut Sei Tua, Sumatera Utara. Ia meninggal pada 27 Maret 2016 di Rumah Sakit Bhayangkara. Korban dituding melakukan penggelapan. KontraS pun turun ke lapangan dan mendapatkan kabar bahwa keluarga melihat beberapa luka pada tubuh korban ketika tengah menjenguknya di tahanan. Istri Bambang juga pernah menyaksikan korban memuntahkan cairan bercampur darah. Seiring isi perut yang keluar, potongan besi jepitan kuku muncul pada muntahan.

Lalu, kasus terbaru yang menyita perhatian bertaut dengan nama Siyono, warga Klaten yang diduga tewas karena menerima tindak kekerasan oleh anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror pada Maret 2016. Dalam rapat kerja antara Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Badrodin Haiti pada 20 April 2016, terungkap bahwa bagian dada Siyono dihantam dengan lutut ketika berada di tahanan.

“Setelah (ada pemeriksaan silang), anggota kami mengakui menendang dengan lutut mengenai dada,” ujar Badrodin. Fakta tersebut terungkap setelah Badrodin melakukan pengecekan ulang atas dua anggota Densus 88 yang sempat terlibat perkelahian dengan Siyono.

KontraS mengeluarkan beberapa rekomendasi berdasarkan temuan-temuannya, salah satunya mengesahkan rancangan undang-undang perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan rancangan undang-undang Tindak Pidana Penyiksaan serta revisi Undang-undang No.31/1997 mengenai Peradilan Militer.

Sumber: Beritagar

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *