Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim meminta agar program konservasi kawasan perairan di berbagai daerah jangan sampai membatasi akses nelayan tradisional dan masyarakat adat yang sangat bergantung kepada laut.
“Perjalanan pengelolaan sumber daya perikanan nasional belum memberikan pengakuan terhadap kearifan lokal yang tersebar luas di Republik Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (25/11/2016).
Namun, menurut Abdul Halim, pemerintah justru memperluas kawasan konservasi laut hingga 20 juta hektare dan mereklamasi pantai untuk proyek properti skala besar di 30 kabupaten/kota pesisir dengan membatasi akses nelayan atau masyarakat adat untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya perikanan tersebut.
Selain itu, ujar dia, sumber daya ikan juga mesti ditempatkan sebagai sumbu kebudayaan nasional antara lain karena banyak tradisi pengelolaan sumber daya ikan yang arif dan berkelanjutan di Indonesia, seperti Ola Nua di Lamalera (Nusa Tenggara Timur), Manee di Kepulauan Talaud (Sulawesi Utara), Bapongka di Sulawesi Tengah, Awik-awik di Nusa Tenggara Barat, dan Sasi di Pulau Haruku (Maluku Tengah).
“Antisipasi dampak negatif dalam pengelolaan sumber daya ikan yang eksploitatif dan mendahulukan pendekatan eko-fasisme,” katanya dan menambahkan, konservasi jangan mendahulukan praktek kapitalisasi sumber daya laut.
Abdul Halim menegaskan, diperlukan upaya untuk kembali kepada UUD 1945 sebagai panduan dasar bernegara sekaligus memahami esensi di balik pelbagai kearifan lokal yang tersebar di Tanah Air.
Sebagaimana diwartakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan kegiatan konservasi selain untuk melestarikan lingkungan kelautan juga meningkatkan kesejahteraan pulau-pulau kecil.
“Pelestarian terumbu karang dan pembudidayaan sejumlah hewan seperti kuda laut bisa untuk meningkatkan ekonomi warga,” kata Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Kris Handoko dalam acara kunjungan wartawan ke Pulau Badi, Sulawesi Selatan, Rabu (23/11).
KKP telah lama melaksanakan program “Coremap CTI” (Program Rehabilitasi dan Manajemen Terumbu Karang) yang merupakan salah satu upaya nyata dari pemerintah Indonesia untuk menjaga kelestarian sumber daya dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Kegiatan Coremap CTI berlangsung selama lima tahun, yang dimulai sejak tahun 2014.
Lokasi program itu mencakup tujuh kabupaten kota untuk wilayah timur (Pangkep, Selayar, Raja Ampat, Wakatobi, Biak, Buton, dan Sikka) dan tujuh kabupaten kota untuk wilayah barat (Tapteng, Nias Utara, Kepulauan Mentawai, Bibtan, Lingga, Natuna dan Kota Batam).
Sumber: Tirto