Bayu Gawtama: Optimis Ciptakan Relawan Pemimpin Bangsa

18 tahun lamanya Bayu Gawtama berkecimpung di dunia kerelawanan. Beragam pengalaman telah ia kecap. Namun, dari beragam pengalamannya menjadi relawan segala medan, mulai dari sosial, pendidikan, hingga bencana alam, ada satu hal yang membuatnya resah. Hal itu ialah soal kapasitas atau kemampuan relawan saat terjun ke masyarakat.

“Banyak yang mau bantu dan banyak yang mau jadi relawan. Namun, sesampainya di lokasi, mereka kebanyakan nggak tahu mau melakukan apa, teknik menolong di daerah bencana misalnya, mereka nggak memiliki itu. Belum lagi kalau nggak kuat mental saat menolong korban di daerah bencana,” ujarnya melalui sambungan telepon.

Keresahannya itu benar-benar mengganggunya. Kemudian ia pun terdorong mendirikan sebuah lembaga edukasi kerelawanan yang ia namakan Sekolah Relawan bersama kedua temannya, yakni Dony Aryanto dan Roel Mustafa yang sama-sama menekuni dunia kerelawanan. Lembaga edukasi itu ia dirikan pada 2013 lalu di kota Depok, Jawa Barat.

Lembaga edukasi yang diklaim menjadi satu-satunya sekolah yang memberikan edukasi dalam hal kapasitas dan kemampuan untuk menjadi seorang relawan ini dikatakan Bayu tidak hanya fokus membekali peserta didik dengan kemampuan dalam hal teknis lapangan saat bencana alam tiba, tetapi juga kemampuan komunikasi yang bisa dipergunakan relawan saat berinteraksi dengan  masyarakat langsung, serta menumbuhkan nilai melayani dalam diri relawan.

“Relawan terjun di program kami, namanya Free Food Car. Melalui program ini kami memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk makan gratis.  Ini merupakan salah satu bentuk latihan bagi relawan untuk melayani dan berkomunikasi. Disini mereka nggak boleh cemberut dalam melayani,” Jelas Bayu.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, Sekolah Relawan bisa disebut sebagai satu-satunya sekolah yang memberikan edukasi kerelawanan kepada masyarakat. Hal tersebut dikatakan Bayu bisa menjadi keuntungan sekaligus tantangan untuknya dan kawan-kawan. Namun, bukan keuntungan dalam hal materi atau profit yang dimaksud Bayu, melainkan keuntungan dalam bentuk ilmu. Bayu merasa kalau apa yang dilakukannya ini bukan membagikan ilmu kepada peserta didik atau relawan baru, melainkan sebuah proses belajar bersama.

“Saya justru merasa banyak belajar dari para peserta didik. Saya punya pemikiran kalau di sekolah, semua itu jadi guru. Karena saya belajar juga dari mereka. Feedback ilmunya luar biasa. Dan bicara soal keuntungan lain,  ternyata  nggak banyak yang ambil porsi edukasi kerelawanan. Minim sekali, jadi kita bebas bergerak, bisa berkolaborasi dengan beragam lembaga dan komunitas lain,” tukas pria yang berprofesi sebagai guru IPS di sebuah sekolah swasta ini.

Namun kebebasan itu ternyata juga jadi tantangan buat Sekolah Relawan. Kata pria empat anak ini, ia dan teman-temannya mesti putar otak untuk menentukan program apa yang akan diberikan kepada peserta didik untuk menciptakan relawan yang diinginkan. Tak berhenti disitu saja, Bayu juga menjelaskan kalau ia tertantang menjawab apa yang ingin dicapai Sekolah Relawan.

Tapi tantangan itu tidak berarti membuat Bayu dan kawan-kawan tidak punya arah atau kehilangan visi masa depan dari keberadaan Sekolah Relawan. Bayu dengan lugas menjelaskan kalau ia optimis di masa mendatang akan lahir pemimpin-pemimpin yang pernah menjadi relawan dan melayani masyarakat. Dan tentu itu merupakan hal yang baik, pasalnya jika seorang pemimpin pernah melayani dan berinteraksi dengan masyarakat langsung, ia akan memahami keinginan masyarakat, mendengarkan mereka, dan tentu akan berimbas pula pada pembentukan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat.

“Bila masih belum ada pemimpin yang melayani rakyatnya dan belum ada pemimpin yang pernah jadi relawan, Sekolah Relawan akan terus ada,” ujarnya tegas.

Hingga saat ini tercatat 1200 relawan yang sudah mengikuti kegiatan Sekolah Relawan. Ribuan orang yang punya niat baik untuk membangun bangsanya ini tersebar di 28 kota jejaring Sekolah Relawan. Mereka semua berasal dari latar belakang usia beragam, mulai dari usia sekolah dasar.

Dikatakan Bayu, keberhasilan membentuk relawan ini tidak hanya dilihat dari banyaknya jumlah relawan, tetapi seberapa banyak gerakan sosial dan kerelawanan yang diinisiasi oleh para relawan itu di daerahnya masing-masing.

Sebelum menutup pembicaraan, ia menyelipkan harapan. Katanya, ia ingin melihat makin banyak masyarakat terjun jadi relawan dan memberikan kontribusinya terhadap pembangunan negara Indonesia. Pasalnya Bayu mengamati kalau tidak tercapainya MDGs atau Millennium Development Goals Indonesia itu disebabkan oleh lemahnya partisipasi masyarakat karena masih bergantung dengan pemerintah.

Ia juga punya keinginan di masa mendatang untuk meneruskan lembaga edukasi relawan ini kepada anak-anaknya. Bayu mengungkapkan untuk mewujudkan keinginannya itu, ia mulai mengajak keempat buah hatinya belajar ilmu tanggap bencana dan hal-hal kecil, seperti gerakan tidak membuang sampah sembarangan dan gerakan memungut sampah.

Jika menilik masa lalunya, pria yang lebih akrab dengan sebutan “Mas Gaw” oleh teman-temannya ini punya alasan mulia terjun dan mendalami dunia kerelawanan belasan tahun lamanya. Dalam percakapan telepon sehabis sholat Jumat itu, ia juga menceritakan kalau ia hanya ingin balas budi atas baiknya kehidupan yang ia dapatkan sekarang ini.

Dalam kurun waktu belasan tahun itu, Bayu memulainya pertama kali di tahun 1998. Aksi-aksi yang ia lakukan tak terbatas menjadi relawan saat bencana tiba, tetapi juga aksi kerelawanan lainnya, seperti kegiatan sosial dan literasi. Bidang literasi misalnya, ia ingat betul di tahun 2001 silam, ia bergabung menjadi relawan komunitas 1001 Buku.

Tambahnya, “Saya ingin balas jasa. Dulu itu saya hidup serba kekurangan. Saya mesti cari uang sendiri untuk biayai pendidikan saya. Saya ngamen, semir sepatu, kerja kemudian kuliah malam. Dan banyak orang dekat dan tetangga saya yang membantu saya, oleh karena itu saya berjanji ketika dewasa nanti saya akan balas budi mereka. Saya tekankan pada diri saya kalau saya harus bisa bantu orang.”

 

Dokumentasi: Bayu Gawtama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *