Silmina Ulfah: Belajar Bersama di Rumah Belajar Kita

“Ini passion ku. Keluargaku nggak ada juga yang punya latar belakang pendidikan atau guru. Aku terinspirasi saja dan entah ya, kalau punya sesuatu tuh rasanya aku ingin bagikan ke banyak orang,” tukasnya di ujung gagang telepon.

Pemilik suara itu ialah Silmina Ulfah, founder atau pendiri gerakan sosial pendidikan yang diberi nama Rumah Belajar Kita. Didirikan pada 2013 lalu bersama temannya, Yulia Ernita, perempuan kelahiran Jakarta, 17 Mei 1989 ini mengaku tak punya latar belakang pendidikan sama sekali. Meski begitu, ia tetap semangat mengajar anak-anak.

Diceritakan perempuan yang akrab dipanggil dengan nama Ulfah ini, Rumah Belajar Kita bermula dari kegelisahannya tidak melakukan kegiatan sosial di akhir pekan. Kata Ulfah, ia dan temannya, Yulia Ernita yang sebelumnya aktif melakukan kegiatan sosial bersama merasa kosong karena kegiatan yayasan tersebut vakum.

“Kayaknya kalau ngobrol-ngobrol aja tuh berasa kosong dan nggak bermakna. Ya, suka sih jalan-jalan dan kumpul sama teman-teman, namun setelah pulang ke rumah, ya kembali merasa kosong kemudian,” ujarnya.

Ditengah kegelisahannya itulah ia kemudian mendapatkan tawaran untuk membina anak-anak di kawasan Pisangan, Jakarta Timur dekat stasiun Klender Baru. Kata Ulfah, karena jumlah anak-anak kecil dan usia sekolah yang banyak, tempat itu sering disebut dengan sebutan “Gang Kelinci” seperti penggambaran dalam lagu ciptaan Titiek Puspa dengan judul yang sama.

Ulfah berkisah kalau di tempat itu rata-rata anak-anaknya datang dari kalangan masyarakat menengah ke bawah. Di antaranya ada yang bersekolah, ada pula yang putus sekolah karena terlindas roda ekonomi. Akan tetapi, ini yang disayangkan Ulfah, anak-anak di tempat ini kurang mendapat perhatian dari orang tuanya karena sibuk bekerja.

Kegelisahan dan rasa prihatinnya dengan anak-anak di “Gang Kelinci” itu kemudian membuat hatinya tergerak melakukan kegiatan pembinaan dengan pendidikan. Meski tak punya latar belakang keguruan atau akademisi, Ulfah dan Yulia tetap semangat memberikan pendidikan kreativitas kepada anak-anak.

“Ini jadi tantangan juga, kita harus bisa kasih materi ke semuanya. Karena yang datang berkegiatan itu kan dari semua umur, mulai dari anak kecil hingga usia sekolah. Nah, harus dicari cara untuk memberikan materi yang sesuai untuk semuanya,” ujar perempuan lulusan Teknik Elektro Universitas Gunadarma ini.

Tak hanya pendidikan kreativitas, ia dan sang teman yang kala itu hanya berdua saja, juga memberikan pendidikan karakter pada anak-anak. Hal ini mereka lakukan bukan tanpa alasan, kata Ulfah, anak-anak di kawasan Pisangan ini memilki masalah akhlak dan sopan santun. Kebanyakan dari anak ini suka sekali mengucapkan kata yang tak baik.

Sebenarnya Ulfah dan Yulia tidak hanya memberikan pembinaan melalui pendidikan saja kepada anak-anak, melalui Rumah Belajar Kita, Ulfah juga menyelipkan keinginan untuk mengajak anak-anak muda Indonesia aktif membangun lingkungannya. Ia ingin anak-anak muda ini ikut terlibat aktif memberikan kontribusi kepada masyarakat, melalui kegiatan sosial.

Hal ini ia dapatkan inspirasinya dari gerakan pendidikan bernama Kelas Inspirasi. Akan tetapi, Ulfah sungguh menyayangkan kalau kegiatan ini hanya dilangsungkan di kawasan sekolah saja. Pikirnya, kenapa kegiatan bagus tersebut tidak diterapkan pula ke lingkungan sekitar tempat tinggal.

Tambahnya, “Meskipun aku di Depok dan ini di Jakarta timur, aku nggak masalah bolak-balik, yang penting kita bisa kasih pendidikan ke anak-anak dan ajak pemuda di lingkungan setempat untuk aktif berbuat sesuatu untuk anak-anak disitu.”

Waktu terus bergulir, lambat laun apa yang dikerjakan Ulfah dan temannya, Yulia ini mulai terdengar ke telinga teman-teman dekatnya. Hal ini kemudian mendorong mereka pula untuk menjadi relawan yang membantu Ulfah dan Yulia mengajar di “Gang Kelinci” dan memberikan nama kepada gerakan yang ia buat, yakni Rumah Belajar Kita.

Nama gerakan ini tak sembarang diberikan Ulfah dan Yulia. Nama ini diberikan berdasarkan apa yang mereka alami saat membina anak-anak di kawasan Pisangan. Katanya, Ia dan Yulia yang tidak punya latar belakang pendidikan sama sekali justru merasa kalau bukan anak-anak saja yang belajar, melainkan mereka juga belajar. Pelajaran itu didapat dari proses menyusun kurikulum atau rencana pembelajaran untuk anak-anak binaan.

Tak hanya belajar soal cara mengajar dari menyusun kurikulum saja, Ulfah mengaku kalau ia juga mendapatkan banyak pengalaman berharga dari kegiatannya bersama Rumah Belajar Kita, terutama soal membina anak-anak. Hal ini ia akui cukup membuka wawasannya untuk mengurus anaknya sendiri. Bukan itu saja, ia mengaku kalau ia menemukan jalan hidup yang lebih baik.

“Lebih menemukan jalan hidup saja sih, saya jadi ngerti kalau ternyata hidup itu memang nggak bisa mikirin diri sendiri aja, harus mengabdi sama lingkungan sekitar. Dan saya ingin jadi orang yang bermanfaat untuk lingkungannya,” ujar perempuan kelahiran 1990 ini.

Akan tetapi Ulfah tak menutup-nutupi kalau ada jalan terjal yang mesti ia lalui juga sebelum berhasil mendirikan Rumah Belajar Kita di delapan titik yang tersebar di kawasan Jakarta, Depok, dan Tangerang. Tantangan itu pertama-tama datang dari sumber daya manusia komunitasnya. Ulfah dan tim harus putar otak untuk mencari cara agar roda komunitas terus berputar, mulai dari bagaimana agar relawan terus berkomitmen, loyal, dan proaktif.

Tantangan itu ada saat pertama kali turun ke masyarakat dan mengajar anak-anak di sebuah lingkungan. Ulfah dan teman-teman mesti menelan penolakan masyarakat setempat, pasalnya mereka diduga berasal dari golongan politik tertentu atau partai politik dan bahkan aliran tertentu. Akibatnya, di usia mudanya, RBK sering mengalami turun dan naik jumlah titik pengajaran.

Untuk mensiasatinya, Ulfah dan tim melakukan pendekatan masyarakat. Mereka menghimpun masyarakat dan memberikan sosialisasi atas kegiatan yang mereka lakukan. Tak jarang mereka juga bersilaturahmi dengan orang tua dari anak-anak binaannya ketika mengantarkan mereka pulang ke rumah.

Akan tetapi tentu saja, semua tantangan tadi tak seberapa dibandingkan dengan dampak yang sudah tercipta, salah satunya adalah perubahan sikap dan perilaku anak-anak yang ia dan teman-teman relawan bina. Tak hanya perubahan perilaku dan sikap, kata Ulfah, dari pengakuan anak-anak, mereka ternyata juga terinspirasi dengan kegiatan yang dilakukan Ulfah dan relawan.

“Capek sih iya, tapi wajar. Ini mikirinya lebih ke nggak memasang target tinggi kepada anak-anak ini. Yang penting mereka pulang dengan bahagia dan besok mau balik lagi. Dan kadang kaget, ada di antara anak-anak ada yang terinspirasi dengan apa yang dilakukan Ulfah dan kawan kawan. Ada yang kayak, kak aku ingin seperti kakak,” ujar Ulfah seraya menirukan gaya anak-anak.

Perkataan anak-anak itulah yang sontak membuat rasa lelah yang dirasakan Ulfah hilang. Bahkan ia tak masalah sama sekali bila mesti bolak-balik Depok dan Jakarta Timur, asalkan ia tidak kembali dengan kekosongan, melainkan perasaan senang.

Hingga saat ini, terhitung sudah delapan titik yang jadi tempat Rumah Belajar Kita melancarkan kegiatan dan terhitung puluhan relawan muda yang terjun bersamanya membina anak-anak yang tersebar delapan titik RBK. Pendidikan yang diberikan RBK kini tak hanya pendidikan kreativitas dan karakter saja, kata Ulfah, pelajaran kewirausahaan dan bimbingan belajar pelajaran sekolah juga diberikan. Semua itu diberikan RBK menyesuaikan dengan kebutuhan tiap-tiap daerah yang berbeda-beda.

 

Dokumentasi: Silmina Ulfah (Kanan) dan Yulia Ernita (Kiri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *