Greenboys Belinyu: Wadah Pemuda Peduli Lingkungan dan Sadar Wisata

Mereka muda dan bersahaja, peduli pada sesama. Mencintai lingkungan menjadi motto, hingga satu paham terbentuknya sebuah komunitas.

“Latar belakang terbentuknya komunitas ini awalnya karena kami merasa peduli pada lingkungan kami,” kata Juan Apriansyah (27), Ketua Komunitas Pencinta Alam Sadar Wisata (Greenboys) Belinyu, Jumat (30/3/2018).

Ketika itu dia merasa miris saat melihat Pantai Lepar Belinyu kumuh karena sering dijadikan tempat pembuangan sampah oleh warga.

“Sejak kami melihat kenyataan bahwa Pantai Lepar Belinyu dijadikan tempat pembuangan sampah. Di sepanjang jalan menuju pantai terlihat kotor dan kumuh, dari situ awal kebangkitan kami,” kata pemuda asal Kampung Kapitan Belinyu, penuh semangat.

“Lalu saya dan teman-teman berpikir, kenapa tak kami manfaatkan saja Kawasan Pantai Lepar yang berada di zona hutan lindung itu agar tetap terjaga keasriannya,” kata pria yang akrab disapa Juweng ini, optimis.

Dari kisah itu pula, Juan didampingi Sekretaris Syahroni alias Roni dan Bendahara Rizalsyah alias Buki, menyatukan tekad.

“Kami membentuk Komunitas Pencinta Alam Sadar Wisata atau Greenboys. Komunitas kami ini terdaftar secara resmi,” kata Juan mengaku, mengurus akte keberadaan kelompok mereka di notaris agar tak terkesan ilegal.

Hingga saaat ini katanya, Greenboys Belinyu beranggota sekitar 30 orang pemuda-pemudi. Usia anggota komunitas bervaratif, 15 tahun hingga 45 Tahun.

“Awalnya hanya beberapa orang anggota saat tahap komunitas ini mulai dirintis, 8 November 2017 lalu.

Namun setelah jumlah anggota betambah, kami pun melegalkan komunitas kami pada Tanggal 8 Februari 2018 kemarin di Pantai Lepar,” katanya.

Walaupun komunitas ini terbilang baru eksis, namun sejumlah kegiatan sosial sudah mereka lakukan.

Pantai Lepar yang dulunya kumuh dan terkesan “negatif” kini terlihat lebih bersih, dan punya daya tarik tersendiri.

Setiap pagi komunitas tersebut bersih-bersih pantai, dan juga menanami lahan gersang menggunakan bibit pohon pelawan, keramunting, nasik, akasia, pohonru dan mangrove sebagai tanaman utama.

“Kami berharap adanya bantuan untuk membuat pemecah gelombang di area bibir pantai. Karena setiap musim barat, tiga hingga lima meter pantai abrasi, pohon banyak yang tumbang. Padahal kami sudah melakukan pengedaman bibir pantai menggunakan ratusan karung berisikan pasir. Tapi apalah daya upaya kami, tak bisa menahan kerasnya hempasan ombak,” katanya.

Penulis: ferylaskari
Editor: zulkodri

Sumber: TRIBUN NEWS

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *