Komunitas Mataharikecil, Wadahnya Relawan Muda Bandung Bantu Pendidikan Warga Tak Mampu

“Komunitas Mataharikecil” atau disingkat Matcil, begitu komunitas ini menamakan diri mereka. Sekilas, nama tersebut tidak identik dengan dunia pendidikan.

Namun jangan keliru, Komunitas Matcil merupakan wadah bagi relawan guru yang tidak bergaji.

 Tugas relawan di antaranya untuk berbagi dan membantu dari segi pendidikan di Kota Bandung.

Matcil yang bergerak merupakan mayoritas adalah anak-anak muda. Dari kalangan mahasiswa berbagai universitas negeri maupun swasta yang berada di Kota Bandung.

Terutama bertujuan kepada anak-anak yang  memiliki keterbatasan dalam memperoleh pengetahuan yang sifatnya selalu berkembang.

Founder Komunitas Mataharikecil, Yasser Muhammad Syaiful (24) menceritakan bersama beberapa rekan-rekannya komunitas ini bermula dari kegiatan Karang Taruna Kompleks Gading Regency Seokarno Hatta Kota Bandung.

“Waktu itu kebetulan saya menjabat sebagai Ketua Karang Taruna 2015 di Gading Regency. Ada warga setempat meminta bantuan agar membuat sekolah di masjid.

Ada 14 anak yang kami ajar awalnya. Ditambah beberapa orang tua yang sudah pensiun,” ujar Yasser, kepada Tribun Jabar, di SMP Terbuka Firdaus, Jalan Paralayang Nomor 2, Arcamanik, Kota Bandung, Rabu (23/1/2019).

Yasser menceritakan satu bulan berjalan karena faktor berbagai kegiatan relawan guru yang tersisa hanya empat orang. Hampir terancam ditutup aktivitas belajar mengajar tersebut.

Setelah itu, daripada berhenti, mereka tercetus ide agar membuat nama.

Dipilihlah “Mataharikecil”. Menurutnya, nama matahari dipilih karena sebagai sumber energi dan bermanfaat.

“Karena kami memulai sesuatu yang bermanfaat dan besar tapi bermula dari kecil. Empat orang pemuda awalnya kerja sama dengan SMP Terbuka Firdaus dan SMP N 8,” katanya seraya menceritakan filosofis nama Matcil tersebut.

 Yasser mengatakan Matcil menyakini bahwa pendidikan bisa menjadi “multi player effect”.

Ketika murid-murid lulus bisa membentuk karakter pada anak-anak tersebut.

Melalui itu, berjalannya waktu Matcil berkonsentrasi untuk mengajar sesuai dengan kapasitas yang cukup.

“Dengan tidak setengah-setengah. Kami berfikir anak muda cocok. Karena memiliki stamina yang energik. Saat itu kami butuh 25 pengajar relawan. Kami buka di instagram dan path. Gencar meminta bantu teman-teman untuk sebarkan,” kata Yasser.

Yasser menuturkan tak tanggung-tanggung yang mendaftar hingga 206 orang. Padahal menurutnya yang dibutuhkan untuk mengajar sebanyak 20 relawan.

“Kami lihat ternyata antusias di Bandung besar yang mau bantu,” ujarnya.

Yasser mengatakan Matcil membuat konsep struktur organisasi mandiri dan modern. Yang kemudian melahirkan tim terbagi menjadi enam divisi, yaitu “sociopreneur”, “secretary”, “creative project”, “human resource”, “public relations”, dan “documentation”.

Baru-baru ini, Matcil memutuskan menambah divisi project management karena sekolah terbuka yang semakin luas jangkauannya dan perlu diperhatikan secara khusus.

“Biasanya komunitas sekadar kumpul-kumpul. Soal pendidikan ini bukan main-main. Tapi tanggung jawab besar. Sehingga kami membuat sistim itu. Melalui rekruitmen tes. Ada CV dan tahapan interview,” katanya.

Menurutnya, hingga kini jumlah anggota relawan pengajar di Kota Bandung sebanyak 1.100 orang.

 Sedangkan keinginan untuk memperluas jangkauan Matcil pun telah dilakukan oleh Yasser. Sejak 2016, Yasser membuka Matcil di wilayah Jakarta bersama lima orang lainnya.

Yakni memperbaharui Taman Kanak-Kanak yang terbengkalai. Hingga kini, sekitar 300 relawan pengajar di sekolah itu.

Sumber : Tribun Jabar
Penulis: Ery Chandra
Editor: Kisdiantoro

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *