Cara Komunitas Climate Rangers Kampanye Isu Perubahan Iklim

Seiring usianya yang baru 5 bulan dibentuk, saat ini kader Climate Rangers masih didominasi mahasiswa. Mereka menggunakan metode dari pintu kepintu (door to door) untuk menyadarkan masyarakat. Sesekali, mereka juga turun jalan menyuarakan antisipasi perubahan iklim.

“Dari sana kami tahu bahwa isu perubahan iklim ini belum banyak yang paham. Tapi nggak apa-apa, kami terus berupaya menyadarkan mereka,” papar Ricky, Koordinator Climate Rangers Malang kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (5/11/2019).

Ricky berharap pemerintah mulai memikirkan untuk berpindah dari energi kotor ke bersih. Selain berdampak pada pengurangan emisi gas karbon, hal ini juga menjadi alternatif apabila batu bara tak lagi laku.

“Sekarang negara lain udah mulai mengurangi impor batu bara. Kalau misal ini terus menerus kan jadi nggak laku.”

“Jadi kudu mesti cari industri lain yang terbarukan dan berdampak dalam pengurangan emisi karbon,” terangnya.

Sementara itu, Firya Nadhifa Syahputri berkenalan dengan isu perubahan iklim sejak kecil. Ketika masih SD, dia telah diberi informasi perihal pemanasan global.

“Jadi sejak kecil itu udah mulai diberi pemahaman tentang pemanasan global.”

“Tapi karena masih kecil, ya belum se-aware sekarang,” ujar Firya.

Saat duduk di bangku kuliah, perempuan yang akrab disapa Dhifa ini berusaha mengubah pola hidupnya dengan menyetop menggunakan sedotan plastik. Dia membeli seperangkat stainless straw yang rutin dibawa setiap hari.

“Terus liat-liat video komunitas yang melawan perubahan iklim. Termasuk di Greta Thunberg, inspiratif banget dia,” ujarnya.

Kemudian Dhifa memutuskan bergabung dengan Climate Rangers Malang. Dara 20 tahun ini ingin lebih banyak bersuara perihal perbaikan iklim kepada dunia. Sejak bergabung dalam komunitas itu, Dhifa rajin mengakampanyekan penggunaan energi terbarukan sebagai alternatif. Bahkan, dia ikut turun jalan dan mengajak teman satu gengnya di kampus.

“Sejak ikut komunitas itu jadi sadar kalau untuk melawan perubahan iklim itu nggak cuman lewat ‘bye plastics’ doang.”

“Tapi gimana supaya energi kotor ini juga ditekan,” kata dia.

Langkah Dhifa sebagai agen perbaikan iklim tentu tak mulus. Kadang, dia juga mendapat nyinyiran dari teman dan orang sekitar.

“Tapi yang merespon baik jauh lebih banyak. Jadi ya nggak masalah,” ucap mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) ini.

Beruntung, Dhifa mendapat dukungan dari keluarga tentang aktivitas menjadi pegiat lingkungan hidup. Bahkan kini, ibu dan ayah Dhifa memiliki kepedulian yang sama terhadap keberlangsungan ekosistem.

“Jadi sekarang malah mama itu sering diskusi kalau ada masalah lingkungan. Malah jadi punya ketertarikan yang sama,” tutur Dhifa.

Bagi Dhifa, perang melawan perubahan iklim tak cukup dimulai dari sendiri. Para pegiat lingkungan harus mulai menekan pemerintah membuat kebijakan yang pro perbaikan iklim. Karenanya, ia tergerak untuk mengikuti gerakan Climate Strike dan #FridaysForFuture Greta Thunberg.

“Jadi nggak cukup gitu cuman mulai sendiri. Kita harus dorong pemerintah supaya membuat kebijakan yang pro terhadap lingkungan,” terangnya.

suryamalang.tribunnews.com

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *