AMAN Identifikasi Masyarakat Adat Untuk Membantu Pemerintah

Hari terakhir, pelatihan pengkaderan dan studi etnografi yang digelar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mulai berbuah manis. Alasannya, para peserta digiring untuk praktek langsung di lapangan serta mempresentasikan hasil pengumpulan datanya sendiri.

Para komunitas masyarakat adat, Kamis (17/11), sebelum turun ke lapangan pertama kali dibekali dengan teknis-teknis pengumpulan data masyarakat adat. Mereka kemudian diberi kesempatan untuk mewawawancari beberapa tokoh masyarakat  di Desa Koha, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa. “Selesai itu peserta harus memaparkan hasil pengumpulan data, serta rangkuman hasil penelitian di lapangan,” kata Badan Pelaksana Harian (BPH) Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Sulawesi Utara (Sulut), Lefrando Andre Gosal.

“Diharapkan dengan praktek di lapangan ini, peserta langsung dapat mengerti. Terlebih tidak canggung lagi ketika melakukan kegiatan-kegiatan pemetaan atau identifikasi di komunitas adat masing-masing,” tambah putra Tondano ini.

Ditambahkan Gosal, identifikasi diri komunitas Masyarakat Adat di Sulawesi Utara bertujuan agar komunitas memahami asal-usulnya dan wilayah adatnya. “AMAN SULUT membantu pemerintah provinsi dengan mempersiapkan data-data bagi pemerintah tentang masyarakat Adat di Sulawesi Utara,” jelasnya.

Sesuai amanat konstitusi, pemerintah berkewajiban mengakui, menghormati dan melindungi Masyarakat Adat. Untuk itu sebagai organisasi masyarakat adat terbesar di dunia, AMAN membantu menyiapkan data-data bagi pemerintah.

“Pemerintah daerah belum terlalu serius dalam memperhatikan masyarakat adat sehingga terjadi banyak sekali pembiaran. Maka kami akan mencatat sejarah, memetakan wilayah adat sebagai identitas masyarakat adat agar pemerintah bisa lebih memperhatikan masyarakat Adat,” tegas Gosal.

Sementara, Direktur Dukungan PB AMAN, Annas Radin Syarif menjelaskan, dalam pengumpulan data khususnya melakukan wawancara, perlu jeli. Terlebih menentukan narasumbernya. “Satu nara sumber belum semuanya tahu makanya perlu mencari lebih dari satu nara sumber,” jelasnya.

“Kita harus cari tahu namanya siapa. Dia itu siapa. Pekerjaannya apa. Kapan kegiatan observasi itu. Umurnya harus diketahui.  Ini untuk mengetahui apakah dia hidup pada suatu peristiwa tertentu,” sambungnya.

Bagi Annas, belum tentu banyaknya nara sumber kemudian mereka tahu mendalan sejarah kampung dan keberdaan masyarakatnya. “Semakin banyak pertanyaan semakin luas informasi dan data yang akan didapat,” tukasnya.

Untuk itu, dalam mengupas data perlu dengan melihat 5w1h yakni what, who, when, where, why dan how. “Jadi untuk mencari data harus ada yang di dalamnya seperti, apa, siapa, kapan, dimana, kenapa dan bagaimana. Yang lainnya tinggal dikembangkan. Tujuannya untuk memastikan identifikasi komunitas masyarakat adat di Sulut berjalan dengan baik dan benar,” kuncinya. [TNS]

Sumber: Semarak

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *